Senin, 02 April 2012

LOMBA DENGAN PEMUNGUTAN UANG




I.            PENDAHULUAN
Pada akhir-akhir ini banyak muncul dan tersebar fenomena aneh di sekitar kita. Semua itu adalah tiruan dari masyarakat barat. Salah satu fenomena tersebut adalah adanya hadiah besar yang diberikan bagi orang-orang yang mengikutinya. Para peserta lomba kupon sehargaa 10 dollar, 1000 dirham atau real ataupun mata uang lainnya. Kadang-kadang seseorang membeli lebih dari satu kupon. Semakin banayak ia memebeli, maka kesempatan akan semakin banyak peluang untuk memperoleh hadiahnya seperti mobil Mercedez Benz, satu kilo emas, atau barang-barang berharga lainnya yang membuat orang tertarik. Pada waktu tertentu, pemenang ditentukan dengaan cara pengundian.
Pada zaman sekarang ini banyak di berbagai kalangan masyarakat yang mengadakan perlombaan, baik itu lomba dalam rangka ulang tahun sekolah, lomba tujuh belasan, dan lain-lain yang terkadang masih banyak bertentangan dengan syari’at ajaran Islam. Untuk itulah untuk meluruskan pengetahuan masyarakat mengenai bagaimana bentuk perlombaan yang sesuai dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Dalam makalah ini akan dijelaskan lebih spesifik mengenai perlombaan apa saja yang diperbolehkan dalam syari’at Islam, sistem perlombaannya, dan berbagai sumber dalil hukum yang terkait dengan masalah tersebut.
    
II.         RUMUSAN MASALAH
A.    Apa Pengertian Perlombaan?
B.     Apa Saja Sumber Dalil Hukum berkaitan dengan Perlombaan?
C.     Bagaimana Ijtihad Ulama terkait Hukum Lomba dengan Pemungutan Uang?
  
III.      PEMBAHASAN
A.    Pengertian Perlombaan
Perlombaan dalam literatur Islam disebut dengan istilah “Ju’al” dan hukumnya boleh. Pada hakikatnya praktek Ju’al (perlombaan) adalah seseorang mengumumkan kepada khalayak bahwa siapa yang bisa menang dalam mengikuti perlombaan ini akan diberi hadiah atau imbalan. Dan Ju’al ini berlaku untuk umum, siapa saja boleh untuk mengikuti suatu perlombaan. Dengan dasar “Ju’al” ini maka undian atau perlombaan diperbolehkan.[1]
   
A.       Sumber Dalil Hukum berkaitan dengan Perlombaan
1.    Q. S. Al-Baqarah ayat 219
 y7tRqè=t«ó¡o ÇÆtã ̍ôJyø9$# ÎŽÅ£÷yJø9$#ur ( ö@è% !$yJÎgŠÏù ÖNøOÎ) ׎Î7Ÿ2 ßìÏÿ»oYtBur
Ĩ$¨Z=Ï9 !$yJßgßJøOÎ)ur çŽt9ò2r& `ÏB $yJÎgÏèøÿ¯R 3 štRqè=t«ó¡our #sŒ$tB tbqà)ÏÿZãƒ
È@è% uqøÿyèø9$# 3 šÏ9ºxx. ßûÎiüt7ムª!$# ãNä3s9 ÏM»tƒFy$# öNà6¯=yès9 tbr㍩3xÿtFs? ÇËÊÒÈ
Artinya:
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar[136] dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,(Q. S. Al-Baqarah: 219)
Perjuadian adalah jika ada salah satu pihak yang dirugikan. Dalam hal ini, ditemukan ribuan atau puluhan bahkan jutaan manusia yang dirugikan sebagaimana dalam undian yang bertaraf internsional (semua mengalami kerugian, dan yang beruntung hanya satu orang).
Islam mengharamkan perjudian karena perjudian akan membiasakan manusia dalam mencari keuntungan tanpa mau melakukan usaha dan hanya menggantungkan nasib. Untuk menjadi seorang yang kaya, mereka tidak mau berusaha dan tidak melalui jalan yang sudah menjadi sunnatullah yang telah diketahui oleh manusia.[2]
2.      QS. Al-Maidah ayat 90
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä $yJ¯RÎ) ãôJsƒø:$# çŽÅ£øŠyJø9$#ur Ü>$|ÁRF{$#ur ãN»s9øF{$#ur
Ó§ô_Í ô`ÏiB È@yJtã Ç`»sÜø¤±9$# çnqç7Ï^tGô_$$sù öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÒÉÈ                     
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi (berkurban untuk berhala, dan mengadu nasib dengan anak panah), adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.”(QS. Al-Maidah: 90)
Bentuk judi yang disepakati adalah keluarnya taruhan dari dua pihak yang setara dan itulah yang dimaksud dengan al-maisir (QS. Al-Maidah 90). Alasan keharamannya adalah, masing-masing dari kedua belah pihak tersebut berkutat antara mengalahkan pihak lawan dan meraup (keuntungan). Jika yang mengeluarkan taruhan hanya satu pihak dan boleh diambil jika ia kalah ataupun sebaliknya jika ia menang, maka menurut pendapat yang sahih adalah haram juga.[3]
B.       Ijtihad Ulama terkait Hukum Lomba dengan Pemungutan Uang
1.      Bentuk yang Diperbolehkan Syari’at
Bentuk yang diperbolehkan dan diterima oleh syara’ adalah hadiah-hadiah yang disediakan untuk memotivasi dan mengajak kepada peningkatan ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan amal shalih. Misalnya, hadiah yang disediakan bagi pemenang dalam perlombaan menghafal Al-qur’an atau hadiah yang disiapkan bagi yang berprestasi dalam studi. Bisa juga sumbanagan dalam bidang keislaman, keilmuan, sastra, dan lain sebagainya. Asalkan, berfungsi untuk memotivasi dalam persaingan yang diperbolehkan oleh syara’ dan perlombaan dalam kebaikan.
Dalam hadits riwayat Ahmad dari Ibnu Umar, disebutkan bahwa Nabi Muhammad pernah melaksanakan perlombaan balap kuda. Kemudian nabi memberikan hadiah tertentu kepada para sahabat yang telah berhasil melakukan pelayanan untuk Islam seperti yang diriwayatkan Bukhari dari ‘Urwah.
Bentuk hadiah seperti ini dalah disediakan kepada orang-orang yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Apabila ada orang yang telah memenuhi syaarat sesuai dengan yang ssudah ditentukan oleh sebuah panitia khusus, maka ia berhak mendapatkan hadiah tersebut. Hadiah seperti ini diperbolehkan dan tidak ada perdebatan mengenai hukumya.[4]
2.      Bentuk yang Diharamkan Tanpa Adanya Perselisihan
Bentuk yang tidak diragukan keharamannya adalah jika orang yang membeli kupon dengan harga tertentu, banyak atau sedikit, tanpa ada gantinya melainkan hanya untuk ikut serta dalam memperoleh hadiah yang disediakan berupa mobil, emas, atau lainnya. Bahkan, hal seperti itu termasuk larangan serius (bagi yang melakukannya dianggap telah melakukan dosa besar). Karena termasuk perbuatan judi yang dirangkaikan dengan khamr dalam Al-qur’an. Perbuatan ini merupakan perbuatan keji
Bentuk perlombaan seperti contoh di atas juga tidak sah. Musabaqah seperti ini dianggap sebagai perlombaan yang fasid (rusak). Karena menyerupai dengan perjudian.[5] Dikatakan sebagai perjudian sebab setiap peserta membayar sejumlah uang. Barang siap yang berusaha, lalu menang. Maka dia akan mengambil uang yang dia bayarkan beserta tambahannya. Barang siapa yang tidak menang, dia akan rugi atas apa yang telah dibayarkannya. Model seperti ini adalah inti dari perjudian (qimar) itu sendiri. Sebab bentuk perjudian adalah seperti dua orang atau lebih saling berlomba dan setiap orang yang mengikuti perlombaan itu harus mengeluarkan sejumlah uang atau barang sebagai ganti atau biaya pendaftaran. Nah, inilah bentuk perjudian. Setiap orang dari mereka tidak akan dapat mengelak dari memperoleh hadiah (kemenangan) atau membayar denda (karena kalah) dan ini diharamkan.
Adapun dalil diharamkannya perjudian seperti itu juga terdapat dalam kitab
a. Al-Bajuri ‘ala Fathil Qarib juz II, hlm. 31
وَإْنِ أَخْرَجَاهُ أَيِ الْعِوَضِ المُتَسَابِقَانِ مَعَالَمْ يَجُزْ ... وَهُوَ أَيِ الْقَمَارُ الْمُحَرَّمُ
كُلُّ لَعْبٍ تَرَدَّدَ بَيْنَ غَنَمِ وَغَرَمٍ. (الباجوري على فتح القريب )2/31(
 “Dan jika kedua pihak yang berlomba itu mengeluarkan taruhan secara serentak, maka tidak boleh. Dan itu termasuk judi yang diharamkan, yakni semua permainan yang berkutat antara meraup (memperoleh) dan nihil (tidak memperoleh sama sekali),”[6]
b. Is’adur Rafiq Syarah Sullamut Taufiq juz II, hlm. 102

 (كُلُّ مَا فِيْهِ قِمَارٌ) وَصُوْرَتُهُ الْمُجْمَعُ عَلَيْهَا أَنْ يَخْرُجَ الْعِوَضُ مِنَ الْجَانَبِيْنَ
 مَعَ تَكَافُئِهِمَا،وَهُوَ الْمُرَادُ مِنَ الْمَيْسِـرِ فىِ اْلآيَةِ. وَوَجْهُ حُـرْمَتِهِ أَنْ كُلَّ وَاحِدٍ
مُتَرَدِّدٌ بَيْنَ أَنْ يَغْلِبَ صَاحِبَهُ فَيَغْنَمَ فَإِنْ يَنْفَرِدْ اللاَّعِبَانِ بِإِخْرَاجِ الْعِـوَضِ لِيَأْخُذَ
مِنْهُ إِنْ كَانَ مَغْلُوْبًا وَعَكْسُهُ إِنْ كَانَ غَالِبًا فَاْلأَصَحُ حُرْمَتُهُ اَيْضًا
﴿ اسعاد الرفيق شرح سلم التوفيق ٢/١۰٢

“Bentuk judi yang disepakati adalah keluarnya taruhan dari dua pihak yang setara dan itulah yang dimaksud dengan al-maisir. Alasan keharamannya adalah masing-masing dari kedua belah pihak tersebut berkutat antara mengalahkan pihak lawan dan meraup (keuntungan). Jika yang mengeluarkan taruhan hanya satu pihak boleh diambil, jika ia kalah ataupun sebaliknya jika ia menang, maka menurut pendapat yang shahih adalah haram juga.”
Jadi, perjudian itu adalah jika ada dua orang atau lebih yang saling berlomba, lalu setiap peserta lomba tersebut mengeluarkan sesuatu sebagai gantinya sebagaimana yang telah kami sebutkan.
Ada beberapa cara yang dapat kita gunakan untuk mengeluarkan suatu perlombaan darimkategori menyerupai perjudian:
a.       Hendaknya hadiah itu dari satu orang saja seperti dari penguasa atau yang lainnya. Barang siapa yang mengadakan perlombaan lalu menjelaskan bahwa yang menang akan memperoleh hadiah ini atau hadiah tersebut diambil dari Baitul Mal kaum muslimin maka itu dibolehkan. Karena dalm perlombaan ini mengandung dorongan untuk melakukan jihad. Maka dari itu perlombaan ini dibolehkan dan sah.
Dalam kitab “Al-Bajuri “ala fathil Qarib juz II, hlm. 10
وَيَجُوْزُ شَرْطُ الْعِوَضِ مِنْ غَيْرِ الْمُتَسَابِقَيْنِ مِنَ اْلإِمَامِ أَوِ اْلأَجْنَبِىِّ وَكَأَنْ يَقُوْلَ
اْلإِمَامُ مَنْ سَبَقَ مِنْكُمَا فَلَهُ عَلَيَّ كَذَا مِنْ مَالِيْ، أَوْ فَلَهُ فِى بَيْتِ الْمَالِ كَذَا،
وَكَأَنْ يَقُوْلَ اْلأَجَنَبِىُّ: مَنْ سَبَقَ مِنْكُمَا فَلَهُ عَلَىَّ كَذَا، لأَنَّهُ بَذْلُ مَالٍ فِى طَاعَةٍ
 وَلَيْسَ لِمُلْتَزِمِ الْعِوَضِ. (البجوى على فتح القريب) 2/10(
“Dan syarat adanya taruhan yang dikeluarkan bukan oleh pihak yang  berlomba, seperti imam / penguasa itu berkata, siapa yang keluar sebagai pemenang dari kalian. Maka aku akan memeberikan sekian dari uangku, atau memproleh sejumlah sekian dari uangku, atau memperoleh sejumlah sekian dari kas negara. Demikian halnya seperti seandainya pihak lain tersebut berkata, siapa yang keluar sebagai pemenang dari kalian, maka aku akan memberikan uang sejumlah sekian.”
                                                                                                           
Hal ini, karena uang yang akan diberikan itu merupakan uang pemberian dalam ketaatan dan pihak penerima bukan yang harus mengeluarkan taruhan.[7]
b.      Dua orang atau lebih ikut serta dalam suatu perlombaan. Lalu sebagian peserta itu membayar sejumlah uang dan sebagian lagi tidak. Maka, perlombaan seperti ini dibolehkan. Namun jika semua peserta membayar uang maka ini akan menyerupai perjudian.
c.       Ada peserta baru yang masuk untuk mengikuti perlombaan, namun dengan syarat peserta baru itu tidak membayar apapun. Peserta baru itu dinamakan ulama sebagai muhallilain (yang menghalalkan). Selain syarat itu, ada syarat lain, yaitu hadiah tersebut harus diberikan kepada sang pemenang walaupun yang menang itu adalah muhallil. Namun, tidak semua orang bisa menjadi muhallil, ada beberapa syarat bagi peserta baru (muhallil), antara lain:
1.      Muhallil ini tidak membayar seperserpun untuk hadiah ini.
2.      Muhallil itu harus satu orang saja tidak boleh lebih.
3.      Hendaknya kendaraan yang dinaiki muhallil itu harus sebanding dengan kendaraan peserta lain. Dengan demikian, kesempatan muhallil untuk menang itu sama dengan peserta lainnya.
4.      Hendaknya lemparan muhallil dan lemparan peserta lainnya sebanding. Maka dari itu, tidak sah jika para pesertanya adalah laki-laki dewasa semua, sedangkan muhallilnya adalah anak kecil. 

Adapun motif dijadikannya muhallil adalah untuk mengeluarkan suatu masalah (perlombaan) agar tidak menyerupai perjudian. Sebab jika setiap dua orang peserta atau lebih membayar uang, setiap peserta akan mengharapkan dapat memproleh keuntungan dan khawatir mengalami kerugian, dan inilah memang keadaan para penjudi. Namun, jika ada salah seorang masuk diantara mereka berdua untuk ikut serta dalam perlombaan, di mana orang yang baru masuk itu tidak membayar taruhan sedikitpun, bentuk perlombaan seperti ini akan jauh dari bentuk perjudian.
Adapun solusi yang ditawarkan untuk penyelenggaraan lomba berhadiah, antara lain:
                                                              i.      Uang pendaftaran tidak menjadi hadiah.
                                                            ii.      Hadiah diperoleh dari sumber lain (sponsor).
                                                          iii.      Jenis yang dilombakan tidak termasuk dalam larangan syari’at seperti keterampilan dalam perang, jalan cepat, memanah, menembak, balap kuda dan lain-lain.[8]

IV.             ANALISIS
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa bentuk perlombaan dengan adanya pemungutan uang kepada peserta lomba, yang mana dari hasil pungutan uang tersebut digunakan untuk anggaran hadiah. Hal ini diqiyaskan dengan perbuatan judi. Karena kedua hal tersebut memiliki persamaan, yakni semua peserta mengumpulkan uang ataupun sejenisnya untuk taruhan yang kemudian pemenangnya yang berhasil mendapatkan hasil taruhan tersebut. Hal ini tentu sangat merugikan peserta yang lain yang tidak menang. Hal inilah yang menyebabkan bentuk perlombaan tersebut tidak diperbolehkan. Adapun perlombaan dengan pertaruhan diperbolehkan dengan syarat taruhan yang dikeluarkan bukan oleh pihak yang berlomba, seperti imam (penguasa) ataupun pihak lain.
Untuk menghindari terjebaknya dari jenis lomba seperti ini, jika ingin mengikuti suatu jenis lomba hendaknya melihat dari mana pihak/ instansi terkait  yang mengadakan lomba, apakah pihak/ instansi tersebut resmi dan sudah mendapat persetujuan mengadakan perlombaan. Tak lupa kita juga melihat prosedur dan persyaratan pendaftaran. Jika lomba tersebut meminta adanya pemungutan iuran untuk hadiah, maka tidak usah diikuti. Adapun iuran yang diperbolehkan adalah jika iuran tersebut tidak sepenuhnya digunakan untuk anggaran hadiah.           
 
V.                KESIMPULAN
Pemungutan uang dalam perlombaan hukumnya adalah haram, karena bentuk perlombaan seperti ini sama saja dengan Qimar (judi). Perlombaan seperti ini juga dapat merugikan sebagian pihak yang ikut serta dalam perlombaan karena hasil iurannya diberikan kepada beberapa orang saja, yakni pemenang. Apabila perlombaan tersebuts dengan menyertakan salah seorang peserta yang tidak dipungut biaya maka hukumnya boleh, artinya dengan adanya Muhallil (peserta yang tidak dipungut biaya).







DAFTAR PUSTAKA

Abd al-Muqtadir,Ibrahim bin Fathi, Tahdzir al-Kiram min Mi’ah Bab min Abwab al-Haram, penerj. Ahmad al-Khatib, dkk, Uang Haram, (Jakarta: Amzah, 2006).
al-Qaradhawi, Yusuf, Fatwa-fatwa Kotemporer jilid 3, penerj. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002).
Mirri, H. M. Djamaluddin, AHKAMUL FUQAHA, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas, dan Kombes Nahdlatul Ulama, (Jawa Timur: Lajnah Ta’lif wan Nasyr, 2007).
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002).
http:// elfadhi. Wordpress. Com/ Ilmu-ilmu Islam di Jalan yang Benar/ Memberikan Kecerahan dalam Kehidupan/ 03/ 11/ 2011.
http:// infopesantren. Web. id/ ppssnh. malang/ cgibin/ content. cgi/ masail/ muktamar/ kediri 1999/ 08. Single.


[1] http:// elfadhi. Wordpress. Com/ Ilmu-ilmu Islam di Jalan yang Benar/ Memberikan Kecerahan dalam Kehidupan/ 03/ 11/ 2011
[2] Yusuf al-Qaradhawi, Fatwa-fatwa Kotemporer jilid 3, penerj. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), hlm. 500
[3] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 427.
[4] Yusuf al-Qaradhawi, Op. cit, hlm. 499-500
[5] Ibrahim bin Fathi bin Abd al-Muqtadir, Tahdzir al-Kiram min Mi’ah Bab min Abwab al-Haram, penerj. Ahmad al-Khatib, dkk, Uang Haram, (Jakarta: Amzah, 2006), hlm. 350
[6] H. M. Djamaluddin Mirri, AHKAMUL FUQAHA, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas, dan Kombes Nahdlatul Ulama, (Jawa Timur: Lajnah Ta’lif wan Nasyr, 2007), hlm. 548
[7] H. M. Djamaluddin Mirri, Op. cit, hlm. 549
[8] http:// infopesantren. Web. id/ ppssnh. malang/ cgibin/ content. cgi/ masail/ muktamar/ kediri 1999/ 08. single

1 komentar:

  1. Saya ingin bertanya sebagai berikut;

    Bagaimana hukumnya mengikuti perlombaan (katakanlah lomba Tujuhbelasan) dimana hadiah lomba berasal dari kas RT dan iuran wajib tiap kepala keluarga?

    BalasHapus